Home Change Wujudkan Petarung follow |
"Aku ga suka kalau kamu gitu, kenapa sih kamu...." "Ya Sudah.." atau ini: "Eh, tugas yang kmaren itu kamu yang kerjain ya.." "Ya Sudah.." ? Bila pertanyaan itu dikembalikan pada saya, jawabannya adalah iya. Terlalu familiar malah. Hampir semua pertanyaan dan argumentasi yang saya lakukan akhir-akhir ini berakhir dengan prosa berima ini yang hampir selalu dilafalkan dengan nada pasrah.. ...eh? Saya tidak pernah menemukan ini sebelumnya. Saya, hm well, bisa dibilang orang yang mendapatkan kesenangan ketika mengeluarkan argumentasi, ketika mengeluarkan pertanyaan, ketika menemukan suatu fakta atau teori baru yang membuat saya memikirkan hal-hal baik yang hakiki atau tidak sekali lagi. Saya (pernah menjadi) seorang debater dan saya senang ketika seseorang memfeed back argumentasi saya tersebut dengan argumen-argumen baru. Diskusi, katakanlah. Pembicaraan yang membuka cakrawala saya yang naif dan begitu sempit kepada dunia yang lebih plural dan lebih luas. Ah, memang kadang argumen-argumen tersebut dibawakan dengan intonasi pembicaraan yang sedikit meninggi--well, bukan berarti saya tidak cinta damai dan mencintai adu mulut, hhe--itu hanya bumbu dalam pencitraan tentang argumentasi itu sendiri. Ngelantur, eh? Lagi-lagi... Kebiasaan saya mendapatkan balasan dari setiap pertanyaan dan pernyataan saya membuat saya bingung dengan jawaban 'Ya Sudah'. Apalagi ketika pernyataan saya yang paling tidak masuk akal juga dimusykilkan dengan jawaban pasrah tersebut. Kenapa? Apakah untuk mengurangi resiko seseorang marah ataukah hanya terlalu malas untuk sekedar ambil andil dalam sebuah diskusi ataupun proses pengambilan keputusan sehingga memposisikan diri dalam pos 'kepasrahan sempurna'? Filosofi ini membuat saya berpikir picik, bahwa orang-orang yang berkata 'Ya Sudah' takut untuk mempertanggung jawabkan pilihan yang mereka buat, mereka hanya berani mendompleng pernyataan dan pertanyaan orang lain sehingga bila akhirnya ada kesalahan mereka tak harus menjadi si pesakitan. Filosofi ini selalu membingungkan saya hingga suatu hari--ketika kejenuhan saya akan kepasrahan yang nyaris tolol itu sudah mencapai titik maksimal--saya memberanikan diri bertanya. "Kenapa?" "Karena 'Ya Sudah' itu jawaban yang paling tidak memihak." Saat itulah baru saya mengerti. 'Ya Sudah' bukan berarti ia tidak memiliki keberanian untuk menjawab argumen saya atau tak punya inisiatif dalam membuat pilihan. Ia berkata 'Ya Sudah' karena ia tidak ingin memihak antara saya dan egoismenya sendiri. Mungkin terlihat leda-lede kadang, tapi dia ingin meminimalisir resiko kemarahan saya untuk dirinya sendiri. Dan saya tahu, betapa menjadi netral itu begitu sulit, apalagi ketika berada di posisi melawan diri sendiri. Well, Ya sudah... |
About
hi.feel free to enjoy belladorra. feedbacks always welcome. Archive
Affiliates
|